Latar
belakang
Majunya teknologi dan arus globalisasi
yang begitu cepat tanpa disadari seni menjadi sebuah budaya konsumtif oleh
masyarakat. Khususnya seni musiK, kini telah bergeser menjadi sebuah daya jual
tersendiri. Bahkan musik klasik kini sudah dapat tempat tersendiri yang dapat
dinikmati oleh masyarakat awam sekalipun. Marimba merupakan sebuah alat musik
perkusi yang kini sudah dikenal oleh masyarakat. Eksistensinya mulai ditandai
dengan adanya marimba di setiap pertunjukan konser – konser seperti aubade
bahkan banyak konser dalam format solo maupun ensambel.
Pentingnya sebuah gestur di setiap
permainan karena setiap lagu yang dibawakan mempunyai pesan dan makna yang
ditandai dengan emosi/ dinamika. Agar capaiannya, penonton tidak hanya saja
menikmati dari lagu yang dibawakan tetapi penonton dapat mengerti makna lagu
yang ingin disampaikan.
Menurut Derrida penulis bukan seorang
dictator atas apa yang ditampilkan dipanggung, melainkan kontruksi ulang yang
sudah tidak lagi didekte. (1978:247). Dari kutipan tersebut, ketika memulai
sebuah proses kreatif, pentingnya pembacaan teks dari sebuah lagu yang akan
dibawakan dan mulai mencari bentuk yang baru untuk sebuah pertunjukan yang dipertontonkan.
Tanpa dipungkiri Gestur merupakan sebuah bentuk relevansi antara teks lagu,
pemain dan penonton. Gestur tercipta dengan sendirinya ketika pemain benar –
benar dapat membaca teks lagu.
Gestur
merupakan gerakan yang tidak disengaja dan dilakukan saat berkomunikasi dengan
orang lain. Keadaan ini terjadi karena fakta bahwa sebagian besar komunikasi
manusia bersifat non verbal. Tentu saja, orang berkomunikasi dengan kata-kata,
tetapi jenis komunikasi ini terutama menunjuk pada alasan dan konten yang logis.
Dengan bahasa tubuh, komunikasi memiliki fitur yang lebih naluriah, cenderung
untuk berkomunikasi keadaan dan sikap. Sebagai gantinya, penguraian jenis pesan
ini juga dilakukan hampir secara tidak sadar. Dengan demikian, kita tahu jika
seseorang marah, ceria, sedih, dll, hanya dengan melihat bahasa tubuh mereka
dan gerakan yang mereka pancarkan. (https://apayangdimaksud.com/gestur/ )
Pembentukan makna dapat bersifat
langsung dan tidak langsung, terlihat ketika musik dialami secara sadar atau
harus dirasakan sebagai gerakan yang gagah. Ini tidak langsung, dan dimediasi
oleh pemikiran, ketika pengalaman ini dipahami sebagai ekspresi dari perilaku
aristokrat tersebut. Dengan demikian gestur muncul sebagai sarana untuk
pembangunan makna yang berhubungan dengan ekspresi yang muncul. Gestur juga
sangat relevan karena kemampuan
ekspresif marimba relatif terbatas, dan gerakan yang diperlukan untuk
memainkannya terlihat. Tentu saja sangat berpengaruh dalam memberikan ruang atau jarak pemain terhadap
instrumen marimba. Gestur
tubuh yang ekspresif memainkan peran penting dalam komunikasi antara pemain marimba
dan audiens. Tetapi terkadang
pemain atau player marimba kurang
begitu memperhatikannya. Melihat fenomena ini, hubungan gestur dan pemain
sangat mempengaruhi proses interpretasi dalam reportoar marimba, sehingga
menjadi tanggung jawab pemain ketika menyesuaikan posisi yang dijangkau jauh,
terhadap intensitas suara dan ekspresi yang dihasilkan.
Clarke (2001) menunjukkan bahwa semua
rangkaian peristiwa suara dapat membangkitkan sensasi gerak karena kita dilatih
untuk mengenali objek fisik di lingkungan kita dan menyimpulkan gerak
benda-benda ini dari suara. Mempertimbangkan ruang tak terbatas dari suara dan
urutan suara yang berbeda yang berasal dari objek nyata, masuk akal bahwa ada
upaya perseptual untuk semua urutan suara yang akan diterjemahkan ke dalam
gerak. Todd (1999) bahkan menunjukkan bahwa sistem pendengaran berinteraksi
langsung dengan sistem motorik sedemikian rupa sehingga gerakan imajiner dibuat
langsung melalui sistem tersebut. Karena pemain mendengarkan pertunjukan mereka
sendiri, ini menyiratkan bahwa ada lingkaran antara produksi dan persepsi dan
bahwa ekspresi tubuh harus memiliki hubungan yang erat dengan ekspresi musik.
Rumusan
masalah
Terdapat tiga poin penting dalam dekonstruksi
Derrida, yaitu: pertama, dekonstruksi seperti halnya perubahan terjadi
terus-menerus, dan ini terjadi dengan cara yang berbeda untuk mempertahankan
kehidupan; kedua, dekonstruksi terjadi dari dalam sistem-sistem yang hidup,
termasuk bahasa dan teks; ketiga, dekonstruksi bukan suatu kata, alat, atau
teknik yang digunakan dalam suatu kerja setelah fakta dan tanpa suatu subyek
interpretasi.
Melihat poin-poin
tersebut dapat dikatakan bahwa sebenarnya gestur dapat dijadikan sebagai
identitas dalam hal mengolah ekspresi yang terdapat pada sebuah lagu. Dengan
kata lain secara dekontruksi dapat membongkar secara detail dan
menginterpretasikan kembali tanpa harus ada yang memberi batasan-batasan
tertentu. Pemain seharusnya mengontrol diri agar dapat merasakan setiap teks
melodi yang terlihat pada sebuah partitur lalu di interpretasi kedalam objek
yang baru.
Landasan
teori
Jacques
Derrida mengemukakan, bahwa kebenaran di dalam seni pertunjukan,
direpresentasikan dalam elemen-elemen teks-teks bahasa seni pertunjukan. Makna
kebenaran di dalam domain bahasa seni pertunjukan bukanlah makna kebenaran yang
sesungguhnya atau “kebenaran dari kebenaran”. Oleh karena itu, makna kebenaran
direpresentasikan dalam bentuk peniruan dari bentuk aslinya. Sebuah bahasa seni
pertunjukan mengadirkan kenyataanya merupakan model dari membaca, dipahami
dengan mempresentasi dari bacaannya. Dengan demikian, tidak akan pernah
mencapai suatu kebenaran akhir dalam sebuah bahasa. Oleh karena itu, kebenaran
akhir itu tidak akan mungkin hadir di dalam bahasa, sebab sifat
representasinya, maka kebenaran bahasa seni pertunjukan dapat dilakukan oleh
seorang pelaku pada seni pertunjukan. (Derrida, 2000)
Panggung menjadi teologis selama
strukturnya, mengikuti keseluruhan tradisi, patuh pada unsur-unsur sebagai
berikut: seorang pencipta-penulis yang, meski tidak hadir di panggung dan dari
kejauhan, bersenjatakan sebuah teks dan terus mengawasi, menyusun, meregulasi
waktu atau makna dari representasi. Ia membuat representasi dan
merepresentasikan dirinya melalui sejumlah representatifnya. Sutradara atau
para aktor, memperbudak para penginterpretasi yang kurang lebih secara langsung
merepresentasikan pikiran dari sang “pencipta”. Para budak interpretasi yang
secara patuh melaksanakan desain yang telah ditetapkan sang “penguasa.”
Akhirnya, panggung yang teologis mematuhkan publik yang duduk dengan pasif,
publik penonton, publik consumer, publik penikmat (Derrida, 1978).
Penonton menjadi sebuah tolak ukur
keberhasilan sebuah pementasan. Sama halnya dengan sebuah pertunjukan music.
Walaupun music adalah sebuah pertunjukan secara universal yang dapat dinikmati
kalangan masyarakat awam. Namun music klasik mempunyai minat tersediri.
Dibutuhkan sebuah kekompakkan dan penyatuan rasa antara pemain dengan lagu yang
dibawakan agar music yang dipentaskan tidak meninggalkan kesan monoton dan
membosankan.
Panggung bukan lagi tempat berkuasanya
penulis dan teks. Aktor tidak akan lagi menjadi pihak yang didikte; penulis
bukan lagi seorang dictator atas apa yang ditampilkan di panggung. keriuahannya
belum dijinakan oleh kata-kata. Panggung akan menjadi seni perbedaan atau seni
belanja tanpa ekonomi, tanpa ada keraguan, tanpa kembalian, tanpa sejarah
(1978: 247). Ketika diatas panggung gesture yang diciptakan mengalir begitu
saja. Ini terjadi karena dalam proses kreatif pemain dalam mencari bentuk dalam
setiap nada dari lagu yang dimainkan.
Pembahasan
Interpretasi merupakan proses menelaah/
menyampaikan makna yang terkandung pada sebuah lagu, dari makna tertulis maupun
tidak tertulis. Seperti karya tersebut diciptakan saat apa, suasana sang
komposer seperti, sehingga sebagai pemain harus dapat mempelajari sinopsis
karya tersebut agar dapat menyampaikan makna dalam lagu tersebut dan penonton
dapat menerimanya. Pencipta lagu mempunyai makna tersendiri dalam menciptakan
lagu tersebut, tetapi pemain mempunyai pembacaan teks tersendiri terhadap karya
lagu tersebut disinilah proses dekontruksi terjadi. Perbedaan dari segi kultur,
pengalaman, dan pemahaman pemain dapat berbeda dengan apa yang ingin
disampaikan oleh pencipta lagu. Gestur
juga salah satu sarana dalam membantu proses interpretasi. Gestur dapat berupa
dekontruksi yang menjadi interpretasi lebih hidup dan bermakna, karena memiliki
pergerakan yang selaras dengan dinamika dan makna yang terkandung dalam karya
tersebut.
Pandangan mengenai seberapa penting gestur
mempengaruhi interpretasi musikal pada pemain marimba terletak pada proses
pemain tersebut menganalisis dari segi formal maupun materialnya. Hal ini
menjadikan gestur sebagai media dalam menerjemahkan ekspresi musik yang
dimainkan terhadap audiens, sehingga proses interaksi antara pemain dengan
penonton dapat diterima.
Dekontruksi dapat menjadi sarana agar
gestur dapat diaplikasikan dengan benar, serta proses interpretasi dalam karya
tersebut berhasil. Namun setiap aspek harus dapat diteliti dengan baik sehingga
tidak ada pengurangan-pengurungan yang menyebabkan pemain gagal menganalisis
makna yang terkandung dalam karya tersebut. Imajinasi sebuah bentuk efek dari
dekontruksi. Imajinasi pemain ketika membaca lagu yang ingin dimainkan dapat
tebentuk begitu saja. Tentu saja imajinasi ini berbeda dari imajinasi sang
penulis atau pencipta lagu.
Jadi melalui gestur kita dapat membongkar
identitas yang sudah ada dari komposer untuk dapat dilakukan reinterpretasi
sehingga mucul pembaharuan yang terus berkembang tanpa menghilangkan makna yang
terkandung di dalam lagu tersebut. Oleh sebab itu perlu adanya pemahaman selain
teknik yaitu estetika dalam melakukan interpretasi, sebuah pemahaman ketika
melakukan segalanya agar terlihat indah tidak sesuai apabila tidak benar-benar
memahami interpretasi secara kesulurahan. Termasuk ekspresi dan gestur yang
secara linier sangat mempengarungi adanya interpretasi tersebut.
Kesimpulan
Karya lagu diciptakan oleh penulis dengan maksud, makna dan tujuan yang
berbeda. Ketika teks lagu tersebut sudah ditangan pemain, maka menginterpretasikan
ulang apa yang sudah di interpretasikan adalah sebuah proses kreatif yang
dilakukan oleh pemain ketika akan dibawakan atau dipertunjukkan. Salah satu
tulisan dari Derrida yang apabila dikaitkan kedalam bidang musik memiliki makna
bahwa seorang komposer memiliki kebebasan bagi seorang pemain agar dapat
menginterpretasikan karya mereka. Tentu saja tetap selalu memperhatikan
aspek-aspek makna secara pribadi diri komposernya.
Dekontruksi dapat menjadi sebuah
acuan dalam menginterpretasikan sebuah lagu,
sehingga penonton dapat merasakan emosi, makna dan tujuan lagu tersebut
diciptakan. Proses kreatif yang panjang mulai dari pembcaan teks hingga sampai
ke sebuah pertunjukan erupakan hal yang penting agar sebuah pertunjukan
tersebut dapat hidup.
Daftar
pustaka
Blades,James,
Percussion Instruments and Their History,Faber
and Faber; London-Boston,1984.
Dart.
Thurston, The Interpretation of Music, Harper and Row: New York, 1963.
Derrida,
J. 1978. Writing and Difference. Chicago: University of Chicago.
Derrida, Jacques. 2000. Hantu-hantunya
Marx Keadaan Hutang, Karya Belangsungkawa dan
Internasional
Baru (penerjemah Hartono Hadikusumo). Yogyakarta:
Yayasan Bentang Budaya.