Suatu kenyataan yang dihadapi oleh dunia
seni, khususnya seni pertunjukan adalah kesenjangan antara pemikiran
konsepsional di lingkungan akademik dengan pemikiran seni yang hidup di dalam
diri para seniman tradisional, seniman alam, dan masyarakat luas. Dampak dari kesenjangan
itu, adalah penulisan-penulisan seni sering terbentur pada kesulitan-kesulitan
tertentu untuk dapat tersaji secara ideal. Oleh karena itu, harus disadari bila
ada informasi analitis tentang seni sering tidak sampai kepada khalayak
pembaca.
Sebenarnya hal itu tak perlu terjadi
seandainya resensi dan kritik seni hidup seiring dengan perkembangan pemikiran
seni yang mampu membuka wawasan baru, serta seimbang dengan lahirnya karya-karya
seni baru. Untuk itu sudah sepatutnya kritik menjadi suatu kebutuhan yang
urgent guna meningkatkan apresiasi dan kepuasan penciptaan karya seni.
Sebab, tumbuh dan berkembangnya kritik seni bagi sebuah aktifitas seni akan merujuk
kepada tingkat motivasi dan apresiasi masyarakat.
Istilah critic (Inggris: kritik)
berasal dari kata kritikos yang berarti able to discuss. Kata “kritikos”
dapat dikaitkan dengan kata Yunani krenein, yang berarti memisahkan, mengamati,
menimbang, dan membandingkan. Kritik merupakan penilaian terhadap kenyataan
yang kita hadapi dalam sorotan norma (Kwant, 1975: 19). Konsep itu menunjukkan bahwa
di dalam kritik harus ada norma-norma tertentu yang berfungsi sebagai dasar
penilaian atau pembahasan terhadap sesuatu yang akan kita nilai. Dengan
persyaratan normatif semacam itu, maka sebenarnya kata “kritik” bisa juga
dikaitkan dengan “kriteria” sebagai ukuran penilaian.
Dalam hal ini musik terkadang menjadi
sebuah kerancuan dalam hal menilai kriteria, apakah terdapat kekurangan pada
liriknya, musiknya atau genrenya. Perkusi contohnya, walaupun tidak memiliki
lirik dan merupakan musik instrumental yang komposernya sendiri kurang
memberikan makna tapi menambahkan konsep-konsep yang unik, seperti pemain
perkusi dengan menggunakan alat-alat non konvensional membuat kesan musik
perkusi itu sebenarnya sederhana namun memiliki banyak makna. Dan juga perkusi
merupakan instrumen yang bisa menggunakan apapun sebagai media tabuh, seperti
tubuh pemain itu sendiri.
Pembahasan
Karya ini memiliki tingkat kesulitan yang cukup
tinggi karena terdapat metode-metode tertentu dalam menerapkan posisi mallet.
Oleh karena itu pemaknaan dalam lagu tersebut dapat tersampaikan apabila
pemain dapat memaknai karya tersebut sehingga yang melihat dan mendengarkan
dapat mengerti makna yang terkandung didalam karya tersebut. Pencapaian makna
dapat dikaitkan dengan bagaimana seorang pemain dapat menginterpretasikan karya
tersebut. Karena tidak mudah untuk melakukan interpretasi, perlu adanya pengalaman
serta pengetahuan yang harus dimiliki agar dapat menginterpretasikan dengan
benar.
Pada karya Tambourin Paraphrase For Solo Marimba,
terdapat beberapa unsur-unsur musik yang saling mendukung adanya pembentukan
makna, dari dinamika,tempo dan beberapa teknik baru yang menghadirkan
konsep-konsep baru dalam hubungannya dengan interpretasi. Lalu ekspresi muncul
dari proses interpretasi karya tersebut sehingga makna yang terkandung didalam
karya ini dapat tersampaikan. Ekspresi menghadirkan respon dari orang yang
melihatnya, terdapat makna senang, sedih, marah bahkan takut.
Setiap karya seni membutuhkan penafsiran yang tepat
jika dinaksudkan untuk membuat suatu penilaian yang kritis. Pada umumnya,
penguraian berdasarkan metode yang ilmiah tentang struktur bentuk karya dan
hubungan setiap elemen unsur, bentuk, sangat bermanfaat untuk melandasi
interpretasi. Bentuk penilaian pada karya ini merupakan gabungan antara pribadi
dengan gagasan atau ide yang dijadikan konsep dalam berkarya, adanya
permasalahan yang akan dikemukakan oleh seniman serta seberapa jauh masalah
tersebut dapat diselesaikan. Tema yang akan digarap dan bagaimana
penggarapannya, materi yang dipilih untuk mewujudkan karya, teknik yang
digunakan, serta pengalaman dan latar belakang seniman, kesemuanya saling
terkait dan berhubungan untuk menunjang sebuah interpretasi yang tepat.
(Bahari, 2008)
Oleh karena itu, pada penafsiran makna pada karya
ini, perlu bantuan dari seorang pemain agar dapat mendukung interpretasi yang
ada, agar dapat dilihat, didengar, dirasakan oleh penonton atau pemerhati seni.
Untuk kritikus seni dalam menanggapi hal ini, sama saja dengan proses-proses
pengolahan seni yang lain, hanya saja musik merupakan benda mati apabila tidak
ada eksekutor atau musisi yang memainkannya. Setelah itu baru, proses pemaknaan
itu terjadi akibat dari interpretasi yang berlangsung lalu timbul ekspresi
pemain karena pengaruh dari dinamika dan unsur-unsur musik lainnya, dan tinggal
bagaimana penonton merespons atau menanggapi apakah itu indah, tidak indah,
sedih ataupun bahagia.
Pada bagian introduction Kaja Wlostowska
memainkan secara perlahan namun dinamikan terasa kurang kuat, semestinya dapat
diberi tekanan pada lengan ketika akan memukul mallet. Komposer
mempunyai konsep memberikan kesan euritmik kedalam lagu ini, sehingga terdapat
teknik eksplorasi bunyi seperti memukulkan batang mallet ke pinggir
bilah, sehingga suara yang dihasilkan seperti gemericik kayu dan bambu. Pada
bagian selanjutnya terdapat jangkauan nada yang cukup jauh, jadi mengharuskan
posisi lengan lebih terbuka lebar dan posisi kaki juga melebar sehingga nada
jauh dapat tereksekusi dengan tepat.
Bagian ini Kaja cenderung kurang melebarkan
lengannya sehingga terdapat missed beberapa nada yang tidak tepat.
Kemudian bagian berkutnya terdapat independent movement atau gerak
searah berlawanan yang mengharuskan tangan kiri bergerak ke kanan sedangkan
tangan kanan bergerak ke kiri, sehingga posisi gestur juga harus menyesuaikan
gerak tersebut. Pada video tersebut, terlihat saat bergerak searah berlawanan,
gestur Kaja sudah bergerak mengikuti arah mallet sehingga eksekusi nada menjadi
lebih tepat.
Bagian berikutnya terdapat teknik memukul kan batang
mallet satu ke satunya, hal ini seperti terkandung pada sinopsis lagu
memberikan efek suara instrument tambourin, yaitu suara seperti gemericik batu
yang di gesekkan. Pada teknik ini Kaja lebih menahan tempo karena terdapat ad
lib atau fermata sehingga pemain bebas tanpa terbatasi oleh tempo.
Pengolahan ekspresi yang kurang terlihat pada video ini, sehingga kesan makna
pada lagu kurang begitu tersirat. Seharus nya terdapat ekpresi bahagia, sedih,
marah karena merespos ekspresi musik yang terdapat pada dinamika lagu tersebut.